Kita tahu frekuensi (Hz) di sistem tenaga listrik Indonesia adalah 50
Hz, dan kalau daya (MW) yang dibangkitkan lebih kecil dari beban yang
terlayani maka frekuensi akan kecil dari 50 Hz, begitu sebaliknya bila
daya (MW) yang dibangkitkan lebih besar dari beban yang terlayani maka
frekuensi akan besar dari 50 Hz,
Kalau sewaktu kita sekolah dulu
(SMA/sederajat) kita mengenal frekuensi adalah banyaknya getaran yang
terjadi dalam 1 detik, nah kalau frekuensi listrik yang 50 Hz ini apakah
bisa sama dianalogkan dengan frekuensi yang kita kenal sewaktu SMA
dulu?? kalau bisa dianalogkan seperti itu 50 Hz ini, 50 getaran yang
terjadi dalam 1 detik, getaran apa???
Terus, kenapa frekuensinya bukan 40 Hz, 30 Hz, 60 Hz, atau 70 Hz??
APA ARTI 50 HZ ITU SEBENARNYA???
frekuensi tidak mutlak didefinisikan sebagai jumlah getaran per detik saja, tetapi bisa juga sebagai:
- jumlah putaran per detik (cycle per second, cps), definisi ini justru sebagai definisi dasar untuk frekuensi.
- radian per second (rad/s) utk mendefinisikan frekuensi angular atau kecepatan sudut
- Beat per minute (BPM) utk frekuensi detak jantung atau tempo musik
- revolution per minute (RPM) untuk mendefinisikan frekuensi putaran atau rotasi.
frekuensi
50 Hz dalam sistem tenaga listrik, sebagai contoh pada generator dengan
kecepatan putar 3000 rpm atau 3000/60=50 cps (dengan 2 kutub magnet),
berarti untuk menghasilkan frekuensi 50 Hz, rotor generator akan
berputar sebanyak 50 kali putaran dalam 1 detik.
Frekwensi sebenarnya adalah karakteristik dari tegangan yg
dihasilkan oleh generator. jadi kalau dikatakan frekwensi 50 hz,
maksudnya tegangan yg dihasilkan suatu generator berubah-ubah nilainya
terhadap waktu, nilainya berubah secara berulang-ulang sebanyak 50 cycle
setiap detiknya. jadi tegangan dari nilai nol ke nilai maksimum (+)
kemudian nol lagi dan kemudian ke nilai maksimum tetapi arahnya berbalik
(-) dan kemudian nol lagi dst (kalau digambarkan secara grafik akan
membentuk gelombang sinusoidal) dan ini terjadi dalam waktu yg cepat
sekali, 50 cycle dalam satu detik. Jadi kalau kita perhatikan beban
listrik seperti lampu, sebenarnya sudah berulang kali tegangan nya
hilang (alias nol) tapi karena terjadi dalam waktu yg sangat cepat maka
lampu tsb tetap hidup. Jadi kalau kita amati fenomena ini dan mencoba
bereksperimen, coba kita buat seandainya kalau frekwensinya rendah, kita
ambil
yg conservative misalnya 1 hz, apa yg terjadi maka setiap satu
detik tegangan akan hilang dan barulah kelihatan lampu akan hidup mati
secara berulang2 seperti lampu flip flop.
Dari analisa diatas
kita bisa tarik kesimpulan bahwa untuk kestabilan beban listrik
dibutuhkan frekwensi yg tinggi supaya tegangan menjadi benar2 halus
(tidak
terasa hidup matinya). Nah sekarang timbul pertanyaan kenapa 50 hz atau
60 hz kenapa gak dibuat saja yg tinggi sekalian 100 hz atau 1000 hz
biar benar2 halus. untuk memahami ini terpaksa kita harus menelusuri
analisa sampai ke generatornya. tegangan yg berfrekwensi ini yg biasa
disebut juga tegangan bolak-balik (alternating current) atau VAC,
frekwensinya sebanding dengan putaran generator.
Secara formula N = 120f/P
N = putaran (rpm)
f = frekwensi (hz)
P = jumlah kutub generator, umumnya P = 4
dengan
menggunakan rumus diatas, untuk menghasilkan frekwensi 50 hz maka
generator harus diputar dengan putaran N = 1500 rpm, dan untuk
menghasilkan frekwensi 60 hz maka generator perlu diputar dengan putaran
1800 rpm, jadi semakin kencang kita putar generatornya semakin besarlah
frekwensinya. Nah setelah itu apa masalahnya? kenapa gak kita putar
saja generatornya dengan putaran super kencang biar menghasilkan
frekwensi yg besar sehingga tegangan benar2 halus.
Kalau kita
ingin memutar generator maka kita membutuhkan turbine, semakin tinggi
putaran yg kita inginkan maka semakin besarlah daya turbin yg
dibutuhkan, dan selanjutnya semakin besarlah energi yg dibutuhkan untuk
memutar turbin. kalau sumber energinya uap maka makin banyaklah uap yg
dibutuhkan, dan makin besar jumlah bahan bakar yg dibutuhkan, dst dst.
para produsen generator maupun turbine tentunya mempunyai batasan dan
tentunya setelah para produsen bereksperimen puluhan tahun dengan
mempertimbangkan segala sudut teknis maka dibuatlah standard yg 50 hz
dan 60 hz itu, yg tentunya dinilai cukup effective untuk kestabilan
beban dan effisien dari sisi teknis maupun ekonomis. Eropah menggunakan
50 hz dan Amerika menggunakan 60 hz. Setelah adanya standarisasi maka
semua peralatan listrik di design mengikuti ketentuan ini. Jadi
logikanya kalau 50 hz atau 60 hz saja sudah mampu membuat lampu tidak
kelihatan kedap kedip untuk apalagi dibuat frekwensi lebih tinggi yg
akan memerlukan turbine super kencang dan sumber energi lebih banyak
sehingga tidak efisien.
baik tegangan maupun frekwensi dari
generator bisa berubah2 besarnya berdasarkan range dari beban nol ke
beban penuh. sering kita temui spesifikasi menyebutkan tegangan plus
minus 10% dan frekwensi plus minus 5%. Ini artinya sistim supplai
listrik/generator harus di design pada saat beban penuh tegangan tidak
turun melebihi 10% dan pada saat beban nol tegangan tidak naik melebihi
10%. Begitu juga dengan frekwensi. kembali ke pertanyaan teman2
sebagaimana email yg saya baca, yaitu mengenai beban2 IT yg shutdown
karena berubahnya frekwensi, dan apa efek airconditioner, HVAC terhadap
frekwensi supply, sampai ada yg menyebutkan beda frekwensi antara 50
sampai 60 hz efeknya menggunung he..he..
beban IT seperti server dan
komputer biasanya disupply dari UPS, dan didalam UPS ada perangkat
elektronik yg namanya inverter yg dibatasi frekwensinya plus minus 2.5%.
Apabila terjadi perubahan frekwensi dikarenakan kwalitas supply yg
jelek melewati plus minus 2.5% maka perangkat elektronik lainnya yg
namanya static switch akan berpindah ke posisi by-pass (kalau UPS
dilengkapi fasilitas bypass). Pada posisi bypass beban akan disupply
melalui supply normal, itulah sebabnya begitu normal supply putus
(listrik mati) maka beban2 IT tsb langsung mati karena disupply tidak
melalui batere yg ada di UPS tetapi disupply bypass. Kalau tingkat
perubahan frekwensi seperti ini sudah sangat sering maka harus ada power
quality improvement dari pihak perusahaan listrik (saya tidak membahas
lebih lanjut karena bisa panjang bahasannya mengenai power quality).
Selanjutnya mengenai beban berputar seperti motor/HVAC atau AirCond.
Apakah ada efeknya menggunakan frekwensi supply yg berbeda dari standard
frekwensi yg tertera di AirCond. Misalkan motor di design untuk
frekwensi 50 hz dan digunakan pada tegangan supply dengan frekwensi 60
hz.
Mari kita lihat formula ini: XL = 2.π.f.L
XL = Reaktansi Induktif (ohm)
f = frekwensi (hz)
L = induktansi (henry)
Dari rumus tersebut terlihat nilai reaktansinya naik kalau frekwensinya lebih besar.
Contoh kasus: sebuah Aircond 500 watt, 220 volt, 50 hz, pf: 0.8 (pf = power factor atau cosø)
XL= 2.π.50.L = 100πL (ohm) apabila frekwensi supply 50 hz
XL=2.π.60.L = 120πL (ohm) apabila frekwensi supply 60 hz
Total daya yg diserap oleh beban AC bisa di analisa dengan formula segitiga daya:
Total daya (VA) = P + jQ atau VA = Sqrt(P2 + Q2)
P = Daya aktif = 500 watt
Q = daya reaktif (dalam Var) yg besarnya tergantung reaktansi XL
Dari
formula diatas dan segitiga daya (saya tdk bisa gambarkan segitiga
dayanya disini tapi bagi discipline electrical bisa membayangkannya)
dapat dilihat
semakin besar reaktansi XL maka semakin besar total
daya nyata yg diserap. Semakin besar XL semakin jelek factor daya nya
(normal factor daya 0.8 sampai 0.95), makin mendekati factor daya 1
makin bagus. Jadi bisa kita lihat bahwa perubahan frekwensi ada
pengaruhnya juga dengan perubahan factor daya yg berpengaruh terhadap
daya tahan dari beban listrik..Kalau dikatakan efeknya menggunung antara
50 hz dan 60 hz sebagaimana dikatakan rekan kita sebenarnya tidaklah
demikian, karena beban listrik mempunyai daya tahan terhadap waktu.
Misalnya apabila AC di design oleh manufacture dengan frekwensi 50 hz
maka pemilihan kumparan baik resistansi dan reaktansinya di test dengan
daya tahan tsb misalnya bisa berfungsi dengan baik sampai 5 tahun. Dan
bila disupply dengan frekwensi 60 hz misalnya bisa berfungsi dengan baik
sampai 4 tahun (ini cuma umpama). Kumparan atau konduktor yg memiliki
ketahanan arus (ampacity = 20 ampere), apabila di aliri operating
current 5 ampere tentulah beda ketahanannya apabila kumparan atau
konduktor tsb dialiri operating current 10 ampere, semakin besar arus
semakin besar dissipasi panas yg dihasilkan di kumparan/konduktor
sehingga isolasi konduktor melumer terhadap waktu. Jadi untuk mengatasi
ini pihak manufacturer cukup memilih material kumparan/konduktor yg
meiliki ampacity yg cukup untuk mengatasi penurunan (aging) sehingga
bisa bertahan sampai umur life-time yg memuaskan (dalam hal ini pihak
manufacturer bisa mengatakan bahwa produknya bisa 50 hz maupun 60 hz
karena memang materialnya sudah dipilih sedemikian rupa).
Jadi
kesimpulannya perbedaan frekwensi supply 50 hz dan 60 hz untuk umumnya
beban2 listrik bisa dikatakan tidak begitu significant efeknya untuk
beban2
tertentu seperti AC, Laptop, dll, kalaupun dilihat dari
ketahanan (lifetime) karena pihak manufacturer sudah memperhitungkn itu,
untuk memastikan produknya bisa dipakai 50 hz/60 hz. Tapi untuk
industry seperti oil & gas, disarankan memberlakukan spec yg ketat,
misalnya kalau sistim supply nya 60 hz jangan lah kita beli motor yg
didesign 50 hz, karena di industry kita ingin semua sistim bekerja
perfect dan akurat sehingga menjamin tingkat reabilitas 100%. (Stop
sampai disini karena kalau dibahas terus bisa panjang
analisanya/reliability analysis, perlu research and development dan
experiment he..he..). Demikian analisa saya mengenai fenomena frekwensi,
saran dan kritik sangat diharapkan apabila ada analisa atau pandangan
teman2 lainnya yg lebih baik untuk improve pengetahuan dibidang sistim
kelistrikan.